Wednesday, 18 June 2014

Saling melengkapi di dalam kekurangan dan kelebihan

Siang ini panas matahari begitu menyengat. Keringat bercucuran di sekujur tubuhku mengalir menyusuri rongga-rongga pori-poriku. Tetesan-demi tetesan keringat tak terasa telah membasahi kain pembalut tubuhku. Disini sangat ramai sekali, didepan pintu gerbang kampus Unimed. Terlihat banyak team dari instantsi pendidikan yang berpromosi dengan berbagai selebaran yang bermacam-macam seperti koran, brosur, tas tangan, cd dan lain sebagainya sesuai dengan kreatifitas masing-masing institusi dan yang menurut mereka cukup efektif untuk menarik minat dari peserta SBMPTN.

Hari ini adalah pelaksanaan ujian SBMPTN seluruh indonesia dan di Sumut sendiri di bagi menjadi 2 lokasi yaitu wilayah 1 (sekitar Unimed) dan wilayah 2 (sekitar USU). Dan Ujian telah dimulai dari 07.00 s/d 12.45 untuk SAINTEK( sesi I ) dan SOSHUM (sesi II ) dimulai dari pukul 09.45 s/d 14.20. Untuk team kami bertugas untuk membagikan brosur pada ujian sesi II. Sekarang baru pukul 13.00. Kami masih harus menunggu peserta selesai ujian. Sementara keringat tak pernah berhenti menetes. Tubuh sudah mulai dehidrasi. Aku bergegas mencari warung musiman pinggir jalan yang mencoba mencari keberuntungan dengan situasi seperti ini. Aku melihat ada sebuah mobil pick up yang dipenuhi dengan bermacam-macam jenis makanan ringan dan minuman pelepas dahaga.

Aku duduk dikursi panjang yang membentang di pinggir jalan dengan atap tenda biru. Lumayanlah untuk tempat berlindung menghindari sengatan matahari yang seolah tak ada ampun. Sembari menunggu para peserta ujian menyelesaikan haknya. Secangkir teh manis dingin sudah mampu mengobati rasa haus dan dahaga yang ada di tenggorokanku.

Dan tiba-tiba datang dua orang pengemis seorang laki-laki yang  tuna netra dan seorang perempuan menenteng sebuah gitar dan speaker. Mereka ingin membeli aqua gelas dan rokok. "Berapa ini pak?" Tanya sang wanita. "Ya udah mimum ajalah ito", sahut sang penjaga warung. "terima kasih pak" katanya. Kemudian salah seorang bapak yang juga sedang duduk menikmati secangkir teh manis mencoba mengajak mereka bercanda. Bapak itu bertanya. "Ai suami istri do hamu na dua?" "ido" sahut sang wanita. "Ai boru aha do hamuna ito?", "boru daulay" jawabnya. Terus bapak itu bertanya lagi sama suami wanita itu,"Ai marga aha do hamu lae?", "marga siregar do au lae", jawabnya. "Jadi sian diama hutanta dah?", tanya bapak itu kembali.
"Sian panyabungan do hami daboh?"."Jadi nga piga anakhon muna dah?", tanya Bapak itu lagi. "Dua ma, nga nasa au balgana dah". jawab sang tuna netra sambil tertawa. "Ido ateh, jadi na ujui na dijodohhon do hamuna?", canda bapak itu lagi. "Daong ah marhallet do hami", jawabnya sambil tersenyum dan sang istri tersipu malu sambil sambil menjewer kuping suaminya dan memukul-mukul pundaknya.

Mungkin ia merasa malu. Kemudian Bapak itu bertanya kembali, "Jadi jumpang didia ma hamu na ujui dah?", "jumpa di huta do hami, holan sahali do hami pajuppang attor jatuh cinta do ibana", jawab Bapak pengemis itu. Dan istrinyapun tampak sangat malu-malu sambil mencubiti pipi suaminya. "Jadi di botoho do na bagak halletmon?", tanya bapak itu. "Idia ma huboto ai dang boi hubereng alai asal ma burju rohana ido napenting dah", jawabnya dan kami semua yang ada diwarung itu hanya bisa tersenyum melihat tingkah mereka. Mereka tampak romantis, sang istri begitu perhatian pada suaminya itu, ia membersihkan sisa coklat  yang baru dimakan dari mulut suaminya. Kemudian pengemis itu meminta dua batang rokok ke pemilik warung dan pengemis itu berkata "Sadia ma sude?", dan pemilik warung itu berkata,"Unang pola bayar lae". "Bah mauliate ma dihamu", katanya. Kemudian mereka bergegas pergi dan sang istri memegang tangan suaminya berjalan bergandengan tangan menyusuri jalan-jalan kota dibawah terik panas matahari.

Walaupun dengan kondisi seperti itu mereka tampak tak patah semangat dalam menjalani liku-liku hidup ini. Mereka saling melengkapi di dalam kelebihan dan kekurangan mereka. Mereka tak pernah menuntut diantara mereka untuk menjadi sempurna. Mereka hanya mencoba saling melengkapi dan saling menerima atas apa yang mereka dapatkan. Begitulah seharusnya kita menjalani hidup agar kita bisa memperolah kebahagiaan. Karena kebahagian tidak akan kita dapatkan kalau kita tidak bisa saling melengkapi.

SEKIAN SEMOGA BERMANFAAT,,,
Author : Mangara Simarmata

0 comments:

Post a Comment