Setiap orang yang lahir kedunia ini adalah buah dari cinta, dan juga terlahir untuk dicintai. Cinta dari seorang pria dan wanita yang memadu kasih dengan mesra. Begitu juga denganku, aku terlahir dari buah rahim ibuku puluhan tahun yang lalu juga buah dari cinta. Setelah kita lahir, menghirup udara karya Sang pencipta, mulai dari situlah kita merasakan kasih sayang, terkhusus dari orang tua kita yang telah membesarkan kita, maka tidak salah kalau kita harus menghormati orang tua kita, seperti Perintah Tuhan kita.
Beriring waktu aku juga akhirnya dipertemukan dengan cinta dan kasih sayang. Cinta kepada diri sendiri, kepada orang tua, kepada sanak saudara, sahabat dan terkhusus kepada Tuhan. Aku mulai merasakan betapa indah hidup bila dengan cinta. Aku mencoba belajar tentang arti cinta dari pengalamanku sendiri dan juga dari pengalaman sahabatku yang mau berbagi cerita denganku. Tak pelak aku juga berbagi cerita cinta dengan ibuku. Aku ingin mendengar bagaimana kisah cinta ibuku sendiri yang sudah membesarkan aku juga dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. Dari cerita mereka banyak ku temukan kesedihan karena cinta. Dan aku berpikir bahwa tak juga selamanya cinta bisa memberikan kebahagian, malah ada kalanya kita harus meneteskan air mata karena cinta.
Suatu ketika aku pernah bercerita dengan saudara-saudaraku yang sudah pengalaman dengan cinta. Bahkan ada dari antara mereka yang telah ditinggalkan oleh kekasih hatinya, kini mereka hidup sendiri,bukan berarti tanpa cinta, mereka tetap punya cinta kepada anak-anaknya. Mereka dengan setia membesarkannya dan menyekolahkannya setinggi-tingginya. Salah satunya adalah Nenekku. Dialah yang pertama kali menceritakan kisah cinta ibu dan bapakku. Mungkin dia telah melihat saya telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang perlu di bekali dengan nasehat-nasehat dari pengalaman beliau. Dan saya cukup tertarik mendengar setiap celotehan kata demi kata yang terlontar dari mulutnya sambil sesekali ia bergurau untuk mencairkan suasana.
Ia menceritakan kisah ibuku sewaktu masih remaja. Kala itu ibuku termasuk yang tidak beruntung secara ekonomi, tidak punya pendidikan, bahkan SD saja beliau tidak tamat. Tetapi aku salut dengan ibuku, ia masih bisa membaca dan menulis. Ia memang
sempat mengecap pendidikan selama setahun di sekolah dasar, walau tak sampai mendapat selembar ijazah sebagai tanda lulus. Ketika ibuku beranjak dewasa, Ibuku katanya berulangkali di pinang oleh leleki mapan, tetapi berulang kali pula ia menolak. Mungkin karena ia tidak suka atau mungkin itu bukanlah jodohnya. Salah satunya pinangan dari pariban ibuku kandung. Pariban ibuku itu sebenarnya sudah menikah dengan kekasih hatinya tapi belum mempunyai anak laki-laki. Pada hal dalam adat/tradisi batak anak laki-lakilah yang menjadi generasi penerus marga. Sehingga ia ingin menikah lagi biar punya keturunan laki-laki.
Hingga suatu malam pariban ibuku itu berencana datang melamar. Hanya dengan membawa daging saja sudah cukup. Bahkan mereka bisa membawa ibuku selaku paribannya secara paksa. Karena menurut tradisi orang batak dulu itu sah dan laki-laki itu berhak atas paribannya. Dan sebelum mereka datang kabar itu sudah terdengar oleh ibuku. Ia sudah mulai kwuatir akan dirinya tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena begitulah dulu masa-masanya sitinurbaya. Ia juga tak tau lari kemana, ia hanya bersembunyi di dalam kamar sambil mencari jalan keluar. Nenekku juga sebenarnya tidak setuju bila putri tunggalnya harus berjodoh dengan laki-laki tua yang sudah beristri. Ibu mana yang merestuinya pastilah tidak ada ibu yang menginginkan hal itu. Tapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa, lagi pula saat itu ia sudah ditinggal pergi oleh kekasih hatinya yang telah pergi merantau kenegeri orang tanpa pesan, bertahun-tahun lamanya. Ia menghadapinya sebatang kara tanpa ada teman yang bisa membelanya. Ia hanya pasrah saja. Jika itu sudah menjadi takdir dari putrinya.
Tetapi untunglah ibuku punya akal. Ia tak pasrah begitu saja menghadapi nasibnya. Ia bilang ke nenekku jangan memberi tahu kemana ia pergi. Setelah malam tiba Keluarga pariban ibu datang dengan membawa daging (lomok-lomok) dengan nasinya di dalam panci besar. Nenekku sudah siap menerima mereka dirumah tanpa kehadiran ibuku. Ibuku sudah bersembunyi dikamar saudara sekampung. Katanya mereka dulu mau menyembunyikan ibuku karena merasa iba dengan ibuku dan juga karena tidak kebagian daging yang dibawa oleh keluarga lelaki itu.
Lanjut cerita mereka bertanya-tanya kemana ibuku pergi kok tidak ada dirumah. Dan nenekku hanya menjawab "aku tidak tahu, setelah dia tahu kalian mau kesini, dia pergi tanpa pamit" kata nenekku sambil menangis. Mereka memeriksa seisi rumah. Ditengah keheningan malam dan sewaktu keluarga beracara dirumah, ibuku sudah pergi meninggalkan kampung halamannya dengan ditemani oleh sahabat-sahabatnya yang baik hati. Ditengah malam itu, ia menyusuri jalan setapak berbatu, dan hanya diterangi oleh cahaya bulan dan bintang. Setengah jam perjalan, akhirnya ia sampai di tepi pantai danau toba. Saat itu, alat transportasi masih sulit, hanya ada perahu kecil untuk penyebrangan. Malam itu pula ia harus berlayar dengan perahu ke tigaras, untungnya ia masih memiliki uang simpanan untuk membayar ongkos perahu. Ditengah derunya ombak malam, untunglah masih ada orang baik yang mau menyebrangkan perahu kecil untuk mengantarkan ibuku jauh dari kampung itu.
Perlahan denyut jantung ibuku mulai pelan, semakin jauh ia meninggalkan kampung itu semakin tenang hatinya, tapi ia bingung harus pergi kemana. Ia hanya membawa alamat saudara di secarik kertas dengan uang beberapa rupiah saja. Keberaniannya mengalahkan segalanya. Hingga akhirnya ia bisa menemukan alamat itu. Ia kemudian menceritakan semuanya kepada saudara kami itu dan ia diperbolehkan tinggal disana sampai suasana di kampung sedikit tenang.
Dari mulut ke mulut akhirnya cerita ini sampai ke telinga ayahku. Mungkin mereka sudah ditakdirkan untuk berjodoh. Saat itu pula, ayahku berencana untuk menemui ibuku. Mereka memang sebelumnya sudah kenal. Kala itu ayahku sering bermain ke kampung ibuku. Dan dari situlah ayah dan ibuku mulai saling kenal.
Singkat cerita ayahku langsung bergegas mencari tahu dimana keberadaan ibuku. Sampai akhirnya ia menemukannya. Dan ayahku langsung berangkat bersama sahabatnya ke tebing. Akhirnya mereka bertemu dan Ayahku mengungkapkan perasaannya kepada ibuku dan berencana untuk menikahinya. Saat itu ibu masih bingung,,,
Kemudian ayahku kembali kekampung sambil melihat situasi. Setelah beberapa minggu kemudiaan, Ayahku kembali mendatangi ibuku, melihat keseriusan ayahku, akhirnya ia memutuskan untuk menerima cinta ayahku daripada cinta dari situa bangka itu. Mengingat kondisi kampung yang belum aman, dan mendengar niat pariban ibuku yang berencan ingin mendatangi ibuku, akhirnya mereka memutuskan untuk segera menikah di tempat saudara ibu.
Setelah beberapa bulan menikah, akhirnya mereka kembali ke kampung, dengan harapan tidak akan di ganggu lagi. Tapi walaupun mereka sudah menikah tetap juga di ganggu oleh pariban ibuku itu. Tetapi dengan segala kekuatan cinta, ayahku menjaga ibu hingga saat ini,,,

Suatu ketika aku pernah bercerita dengan saudara-saudaraku yang sudah pengalaman dengan cinta. Bahkan ada dari antara mereka yang telah ditinggalkan oleh kekasih hatinya, kini mereka hidup sendiri,bukan berarti tanpa cinta, mereka tetap punya cinta kepada anak-anaknya. Mereka dengan setia membesarkannya dan menyekolahkannya setinggi-tingginya. Salah satunya adalah Nenekku. Dialah yang pertama kali menceritakan kisah cinta ibu dan bapakku. Mungkin dia telah melihat saya telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang perlu di bekali dengan nasehat-nasehat dari pengalaman beliau. Dan saya cukup tertarik mendengar setiap celotehan kata demi kata yang terlontar dari mulutnya sambil sesekali ia bergurau untuk mencairkan suasana.
Ia menceritakan kisah ibuku sewaktu masih remaja. Kala itu ibuku termasuk yang tidak beruntung secara ekonomi, tidak punya pendidikan, bahkan SD saja beliau tidak tamat. Tetapi aku salut dengan ibuku, ia masih bisa membaca dan menulis. Ia memang
sempat mengecap pendidikan selama setahun di sekolah dasar, walau tak sampai mendapat selembar ijazah sebagai tanda lulus. Ketika ibuku beranjak dewasa, Ibuku katanya berulangkali di pinang oleh leleki mapan, tetapi berulang kali pula ia menolak. Mungkin karena ia tidak suka atau mungkin itu bukanlah jodohnya. Salah satunya pinangan dari pariban ibuku kandung. Pariban ibuku itu sebenarnya sudah menikah dengan kekasih hatinya tapi belum mempunyai anak laki-laki. Pada hal dalam adat/tradisi batak anak laki-lakilah yang menjadi generasi penerus marga. Sehingga ia ingin menikah lagi biar punya keturunan laki-laki.
Hingga suatu malam pariban ibuku itu berencana datang melamar. Hanya dengan membawa daging saja sudah cukup. Bahkan mereka bisa membawa ibuku selaku paribannya secara paksa. Karena menurut tradisi orang batak dulu itu sah dan laki-laki itu berhak atas paribannya. Dan sebelum mereka datang kabar itu sudah terdengar oleh ibuku. Ia sudah mulai kwuatir akan dirinya tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena begitulah dulu masa-masanya sitinurbaya. Ia juga tak tau lari kemana, ia hanya bersembunyi di dalam kamar sambil mencari jalan keluar. Nenekku juga sebenarnya tidak setuju bila putri tunggalnya harus berjodoh dengan laki-laki tua yang sudah beristri. Ibu mana yang merestuinya pastilah tidak ada ibu yang menginginkan hal itu. Tapi ia juga tak bisa berbuat apa-apa, lagi pula saat itu ia sudah ditinggal pergi oleh kekasih hatinya yang telah pergi merantau kenegeri orang tanpa pesan, bertahun-tahun lamanya. Ia menghadapinya sebatang kara tanpa ada teman yang bisa membelanya. Ia hanya pasrah saja. Jika itu sudah menjadi takdir dari putrinya.
Tetapi untunglah ibuku punya akal. Ia tak pasrah begitu saja menghadapi nasibnya. Ia bilang ke nenekku jangan memberi tahu kemana ia pergi. Setelah malam tiba Keluarga pariban ibu datang dengan membawa daging (lomok-lomok) dengan nasinya di dalam panci besar. Nenekku sudah siap menerima mereka dirumah tanpa kehadiran ibuku. Ibuku sudah bersembunyi dikamar saudara sekampung. Katanya mereka dulu mau menyembunyikan ibuku karena merasa iba dengan ibuku dan juga karena tidak kebagian daging yang dibawa oleh keluarga lelaki itu.
Lanjut cerita mereka bertanya-tanya kemana ibuku pergi kok tidak ada dirumah. Dan nenekku hanya menjawab "aku tidak tahu, setelah dia tahu kalian mau kesini, dia pergi tanpa pamit" kata nenekku sambil menangis. Mereka memeriksa seisi rumah. Ditengah keheningan malam dan sewaktu keluarga beracara dirumah, ibuku sudah pergi meninggalkan kampung halamannya dengan ditemani oleh sahabat-sahabatnya yang baik hati. Ditengah malam itu, ia menyusuri jalan setapak berbatu, dan hanya diterangi oleh cahaya bulan dan bintang. Setengah jam perjalan, akhirnya ia sampai di tepi pantai danau toba. Saat itu, alat transportasi masih sulit, hanya ada perahu kecil untuk penyebrangan. Malam itu pula ia harus berlayar dengan perahu ke tigaras, untungnya ia masih memiliki uang simpanan untuk membayar ongkos perahu. Ditengah derunya ombak malam, untunglah masih ada orang baik yang mau menyebrangkan perahu kecil untuk mengantarkan ibuku jauh dari kampung itu.
Perlahan denyut jantung ibuku mulai pelan, semakin jauh ia meninggalkan kampung itu semakin tenang hatinya, tapi ia bingung harus pergi kemana. Ia hanya membawa alamat saudara di secarik kertas dengan uang beberapa rupiah saja. Keberaniannya mengalahkan segalanya. Hingga akhirnya ia bisa menemukan alamat itu. Ia kemudian menceritakan semuanya kepada saudara kami itu dan ia diperbolehkan tinggal disana sampai suasana di kampung sedikit tenang.
Dari mulut ke mulut akhirnya cerita ini sampai ke telinga ayahku. Mungkin mereka sudah ditakdirkan untuk berjodoh. Saat itu pula, ayahku berencana untuk menemui ibuku. Mereka memang sebelumnya sudah kenal. Kala itu ayahku sering bermain ke kampung ibuku. Dan dari situlah ayah dan ibuku mulai saling kenal.
Singkat cerita ayahku langsung bergegas mencari tahu dimana keberadaan ibuku. Sampai akhirnya ia menemukannya. Dan ayahku langsung berangkat bersama sahabatnya ke tebing. Akhirnya mereka bertemu dan Ayahku mengungkapkan perasaannya kepada ibuku dan berencana untuk menikahinya. Saat itu ibu masih bingung,,,
Kemudian ayahku kembali kekampung sambil melihat situasi. Setelah beberapa minggu kemudiaan, Ayahku kembali mendatangi ibuku, melihat keseriusan ayahku, akhirnya ia memutuskan untuk menerima cinta ayahku daripada cinta dari situa bangka itu. Mengingat kondisi kampung yang belum aman, dan mendengar niat pariban ibuku yang berencan ingin mendatangi ibuku, akhirnya mereka memutuskan untuk segera menikah di tempat saudara ibu.
Setelah beberapa bulan menikah, akhirnya mereka kembali ke kampung, dengan harapan tidak akan di ganggu lagi. Tapi walaupun mereka sudah menikah tetap juga di ganggu oleh pariban ibuku itu. Tetapi dengan segala kekuatan cinta, ayahku menjaga ibu hingga saat ini,,,
0 comments:
Post a Comment